Siapa yang berani memisahkan kita?
Seraya ucap syahdumu, membelenggu cintaku
Begitu tegas penekanan akan kata cinta itu
Memoarkan senyum kecil dari bibir tipisku
Kita sejati...
Begitu gagahnya kau ungkapkan permadani kata
Menerbangkan, jauh, hingga tak terjangkau
Dulu, kuingat betul masa itu, masa keemasan kusebut
Tatap matamu masih belum nanar, kokoh pula bahu-bahumu
Kumis eksotis masih terpajang gagah dan terawat
Begitupun aku, sulit untuk diungkapkan dengan kata sederhana
Yang pasti, rambut putih ini masih tergerai hitam berkilau
Ah sudahlah! Itu sudah
sangat purba
Apa arti usia keemasan pada pernikahan ini, bila masih mengenangnya
Kita berubah, karena sudah terlalu banyak halangan yang berhasil ditakhluki
Padang amarah, sungai cemburu dan lautan usia
Siapa yang berani memisahkan kita?
’Tak lagi segagah dulu, namun sama dalamnya
Terwakili oleh tatapan nanar penuh cinta itu
’Tak ada, mungkin hanya ajal nantinya
Penegasan lagi untuk kata ajal yang mendebarkan
Sudah, malu! Nanti cucu kita tahu
Diselingi oleh senyum sumbringah, mengenang masa terdahulu
Tidak tergubris oleh kerutan di dahi
Ternyata penegasan itu benar maknanya
Sejatinya berupa kata cinta dalam naungan do’a dan pengorbanan
Terlampaui sudah kesetiaan
Muara cinta dua sejoli nyatanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar